Kamis, 11 September 2014

SEJARAH SANGGAH KEMULAN

Sanggah Kemulan, menurut Tattva jelas bersumber dari ajaran Hindu yaikni dipandang dari sudut aspek Jnana Kanda dan aspek etika. Aspek Jnana Kanda didasarkan bersumber dari sistem filsafat Yoga,Vedanta, Samhkya dan Siwa Sidhanta, yaitu identik dengan Tri Purusa yang terdiri dari Siwa, Sadasiwa, dan Paramasiwa dan sesuai pula dengan konsep Brahma, Wisnu, dan Iswara serta Ia sesuai juga dengan fungsinya sebagai Guru.

Hyang Kemulan adalah juga Bhatara Guru yang berdimensi tiga yaitu Guru Purwam (Paramasiwa), Guru Madyam (Sadasiwa) dan Guru Rupam (Siwa). Jadi sesungguhnya yang dipuja di Sanggah Kemulan adalah Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Atma, Sang Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Murti.

Sedangkan latar belakang ditinjau dari aspek etika, adalah kewajiban (swadharma) dari keturunan atau pretisentana untuk selalu memuja leluhur. konsep pemujaan leluhur yang dilakukan oleh umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali bersumber dari ajaran agama Hinduyang lazim disebut Sraddha.

Dalam buku Griha Sutra, ada disebutkan bahwa pada setiap rumah tangga Hindu, terdapat tempat pemujaan leluhur yang disebut Wastopati, sedangkan upacara pemujaannya disebut Pinda Yadnya (I Nyoman Singgih Wikarman, Sanggah Kemulan, hal. 22). Jadi dengan demikian, adanya Sanggah Kemulan sebagai tempat pemujaan leluhur, dalam rumah tangga di bali adalah setua usia masuknya agama Hindu di Indonesia.

Sedangkan, kata Kemulan itu sendiri sebagai sebutan tempat suci, tertera dalam Prasasti Sri Kahulunan pada tahun 842 yang kutipannya sebagai berikut.

"Tatkala Sri Kahulunan manusuk warna I tripussam watak kahulunan simaningkamulan bhumi sembara"
(Soesmono, 1977:124).

Sesuai dengan kutipan di atas, yang dimaksudkan Kamulan Bhumi sembara adalah Candi Borobudur, yang merupakan pemujaan tingkat leluhur dari Raja Syailendra.


Selasa, 09 September 2014

LIMA 'E' PENGIMPLEMENTASIAN NILAI ETIKA DALAM UPAYA MEMBENTUK KARAKTER


1. Example (Memberi Contoh)
Setiap pihak di lingkungan sekolah harus menerapkan semua nilai dasar yang dibangun untuk dapat menjadi contoh bagi siswa/peserta didik

2. Explanation (Menjelaskan)
Guru secara terus menerus menjelaskan dasar tindakan untuk dapat mendorong siswa/peserta didik memahami dan menerima prinsip-prinsip moral yang ditetapkan. Pemahaman terhadap nilai dasar suatu tindakan dapat mendorong anak untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah ditanamkan pada setiap kondisi baru

3. Exhortation (Mengingatkan)
Guru secara terus menerus mengingatkan siswa/peserta didik untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang ditetapkan agar dapat memperbaiki perilaku mereka.

4. Environment (Lingkungan)
Iklim sekolah, cara melaksanakan aktifitas dan hubungan antar individu di sekolah harus dapat mendukung pelaksanaan nilai moral dalam kelas

5. Experience (Pengalaman)
Sekolah sebagai lingkungan yang terstruktur harus dapat digunakan siswa/peserta didik mempelajari apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Sebaiknya diciptakan kondisi yang dapat mendukung siswa/peserta didik untuk mempraktekkan perhatian pada orang lain, menerima tanggungjawab dan kesempatan dalam membuat keputusan

CANANG SEKAR URAS


ISTILAH-ISTILAH DALAM AJARAN HINDU

1. Acintya

Acintya berarti 'tak dapat dipikirkan'. Ia yang tak dapat dipikirkan tetapi karenaNya manusia bisa berpikir adalah Paramashiwa.Mengapa demikian? Pertama, karena pikiran tidak bisa sampaui ke sana. Yang sampai ke sana adalah kesadaran. bukan kesadaran orang kebanyakan tetapi seorang mahayogi (yogishwara) yang penuh (siddha) dan suci (suddha). Di dalam pandangan filsafat Samkhya, pikiran atau manah terletak jauh di bawah. di atas pikiran ada ego (ahangkara), intelek (citta-buddhi), di atasnya lagi Purusha-Pradhana, Shiwa, dan Sadashiwa. Acintya adalah Paramashiwa-Paramashunya. demikian tingginya kesadaran Acintya itu, sehingga pikiran dinyatakan tidak bisa memikirkannya, tetapi karenanya pikiran bisa berpikir.

2. Pantaraning Rwa

Pantaraning Rwa berarti 'di antarayang dua', yaitu dualisme dikotomis (rwa bhineda), seperti baik-buruk, suci-leteh, surga-neraka. seorang mahayogi hidup bersama yang dua tetapi tidak terikat oleh keduanya. Ia bebas dari keduanya. Ia tidak menjadi bagian dari salah satunya. Tidak juga menjadi bagian dari keduanya. Kekawin Dharma Shunya menyebutkan: 'Di antara yang dua itulah tempatkan dirimu'. Hindu mengajarkan orang terus berjuang membebaskan dirinya dari yang serba dua itu. Tujuan hidup spiritual bukan yang dua tetapi Nol. Teks Kalepasan mengajarkan pemisahan Purusha dengan Pradhana. Wrehaspati Tattwa menyebutkan : 'Di antara Surga dan Neraka itulah tempat penyucian Atma.

3. Puyung

Puyung berarti kosong, tiada berisi,kebalikan dari penuh. Sering pula dijadikan teka-teki oleh pemikir dan sastrawan: apa isi kosong? Shiwa tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana (Wibhushakti). Shiwa kecil sekecil-kecilnya dan halus sehalus-halusnya (anima). Tidak ada yang tidak disusupinya. Sehingga ada di dalam apa saja. Ia memenuhi segala. Tidak ada ruang yang tidak dimasuki dan dipenuhinya. Oleh karena itu, isi puyung adalah kepenuhan. Teka-teki isi kosong menjadi topik Geguritan Tamtam, Kidung Coak, Kekawin Dharma Shunya, Kekawin Dharma Putus dan sejumlah saksi-aksara lainnya.

4.Tri Pranawa

Pranawa adalah sebutan aksara suci OM. Tri Pranawa terdiri dari: Hreswa, Dirggha, dan Pluta. Banyak klarifikasi yang dibuat orang tentang aksara suci ini. Pranawa Hreswa adalah aksara suci Ongkara dengan satu tanda Windu. Pranawa Dirggha, dengan dua Windu yang ditumpuk. Pranawa Pluta, tiga Windunya. Masing-masing adalah representasi dari Utpati-Sthiti-Pralina; Brahma-Wishnu-Shiwa.

5. Tri Ratna

Tri Ratna terdiri dari Buddha, Dharma dan Sangha. Konsep Tri Murti dalam Shiwaisme dipandang counterpart dari konsep Tri Ratna dalam Buddhisme. Dalam prasasti Klurak, 704 Shaka (782 AD), kedua istilah ini disebutkan secara berdampingan. Keduanya berpasangan dalam Yoga Tantra. Buddha mempresentasikan yang 'kiri' dan Shiwa yang 'kanan'. Indikasi yang jelas antara keduanya adalah cerita Bubuksah dan Gagak Aking



Minggu, 31 Agustus 2014

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM ITIHASA: RAMAYANA

Cerita Ramayana dalam sari patinya mengandung nilai-nilai pendidikan tentang moral dan etika yang mengacu nilai-nilai agama atau nilai tentang kebenaran agama yang hakiki yang artinya mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersifat kekal dan abadi. Dan cerita Ramayana dapat dibedakan menjadi 7 bagian yang disebut Sapta Kanda, dan untuk jelasnya cerita Ramayana itu sendiri dan bagian-bagiannya saya tulis secara mendetail:



Ramayana

Ramayana adalah sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rama dalam hidupnya di dunia ini. Rama adalah tokoh utama dalam epos Ramayana yang disebutkan sebagai awatara Visnu. Kitab Purana menyebutkan ada sepuluh awatara Visnu, satu diantaranya adalah Rama. Kitab Ramayana adalah hasil karya besar dari Maharsi Valmiki. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa Ramayana tersusun atas 24.000 stansa yang dibagi atas 7 bagian yang setiap bagiannya disebut kanda. Ketujuh dari kanda Ramayana itu merupakan suatu cerita yang menarik dan mengasikkan, karena ceritanya disusun dengan sangat sistematis yang isinya mengandung arti yang sangat dalam.

Karena cerita yang dikandung oleh kitab Ramayana itu sangat mempesona dengan penuh idealisme pendidikan moral, kewiraan serta disampaikan dalam gaya bahasa yang baik, menyebabkan epos ini sangat digemari diseluruh dunia. Pengaruhnya yang sangat besar dirasakan diseluruh Asia dan ceritanya dipahatkan sebagai hiasan candi-candi atau tempat-tempat persembahyangan umat Hindu. Demikian pula nama-nama kota yang terdapat di dalamnya banyak ditiru sebagai sumber inspirasi. Dengan demikian Ramayana menjadi sebuah Adikavya dan Maharsi Valmiki diberi gelar sebagai Adikavi.

Keahlian Valmiki dalam kemampuannya memahami perasaan manusia secara mendalam, menyebabkan kitab Ramayana dengan mudah dapat menguasai emosi masyarakat dan sebagai apresiasi dari kata-kata tulis baru yang mengambil tema dari Ramayana. Di Indonesia misalnya gubahan yang dijumpai adalah Ramayana kekawin yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno.

Sampai saat ini kekawin Ramayana oleh para peneliti dinyatakan sebagai karya sastra tertua di Indonesia. Kekawin ini adalah kekawin yang paling besar dan paling panjang dalam kesusastraan Jawa Kuno.

Sumber asli dalam kekawin Ramayana itu adalah kitab Ravana vadha karangan Bhatti (kitab ini sering juga disebut Bhattkavya).
Secara tradisi kekawin Ramayana dikarang oleh Empu Yogisvara. Kitab-kitab gubahan Ramayana sesungguhnya sangat banyak kita jumpai di India ataupun di luar India, tetapi semua kitab gubahan tersebut pada hakekatnya mengambil materi langsung maupun tidak langsung dari Ramayana karya Valmiki.

Adapun isi singkat dari tiap-tiap kanda dari kitab Ramayana dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bala Kanda

Di negeri Kosala dengan ibukotanya Ayodhya yang diperintah oleh raja Dasarata. Ia memiliki tiga orang istri, Kausalya yang berputra Rama sebagai anak tertua, Kaikeyi yang berputra Bharata dan Sumitra yanmg berputra Laksmana dan Satrughna. Dalam swayenbara di Wideha, Rama berhasil memperoleh Sita putri raja Janaka sebagai istrinya.

2. Ayodhya Kanda

Dasaratha merasa sudah tua, maka ia hendak menyerahkan mahkotanya kepada Rama. Datanglah Kaikeyi yang memperingatkan bahwa ia masih berhak atas dua permintaan yang mesti dikabulkan oleh raja. Maka permintaan Kaikeyi yang pertama ialah supaya bukan Rama melainkan Bharatalah yang menjadi raja menggantikan Dasaratha. Permintaan kedua ialah supaya Rama dibuang ke hutan selama 14 tahun.

Demikianlah Rama, Laksmana dan Sita istrinya meninggalkan Ayodhya. Tak lama kemudian Dasaratha meninggal dan Bharata menolak untuk dinobatkan menjadi raja. Ia pergi ke hutan mencari Rama. Bagaimana pun ia membujuk kakaknya, Rama tetap pendiriannya untuk mengenbara terus sampai 14 tahun. Pulanglah Bharata ke Ayodhya dengan membawa terompah Rama. Terompah inilah yang ia letakkan di atas singgasana, sebagai lambang bagi Rama yang seharusnya menjadi raja yang sah. Ia sendiri memerintah atas nama Rama.

3. Aranyaka Kanda

Di dalam hutan Rama berkali-kali membantu para pertapa yang tidak habis-habisnya diganggu oleh raksasa.Suatu ketika ia berjumpa dengan raksasa perempuan Surpanaka namanya, ia jatuh cinta padanya. Oleh Laksmana raksasa ini dipotong telinga dan hidungnya. Kemudian ia melaporkan peristiwa ini kepada kakaknya Ravana. Ravana pergi ketempat Rama, dengan maksud menculik Sita sebagai pembalasan terhadap penghinaan adiknya.

4. Kiskindha Kanda

Rama berjumpa dengan Sugriva, seorang raja kera yang kerajaan serta istrinya direbut oleh saudaranya sendiri yang bernama Walin. Rama bersekutu dengan Sugriwa untuk memperoleh kerajaan dan istrinya dan sebaliknya Sugriwa akan membantu Rama untuk mendapatkan Sita dari negeri Alengka.

5. Sundara Kanda

Hanuman, kera kepercayaan Sugriwa, mendaki gunung Mahendra untuk melompat ke negeri Alengka. Akhirnya ia dapat pula menemukan Sita. Kepada Sita dijelaskan bahwa tak lama lagi Rama akan datang menjemput.

Hanuman ditahan oleh tentara Lengka. Ia diikat erat-erat dan kemudian dibakar. Ia meloncat ke atas rumah dengan ekornya yang menyala menimbulkan kebakaran di kota Lengka.

6. Yudha Kanda

Dengan bantuan Dewa Laut tentara kera berhasi membuat jembatan ke Lengka. Setelah itru terjadilah pertempuran yang hebat, yang diakhiri dengan kemenangan di pihak Rama dan Ravana terbunuh dalam peperangan. Setelah peperangan selesai Vibhisana adik Ravana yang memihak rama diangkat menjadi raja di negeri Lengka serta bertemu kembali dengan Rama.Diiringi oleh tentara kera Rama beserta istri dan adiknya kembali ke Ayodhya. Mereka disambut oleh Bharata yang segera menyerahkan tahta kerajaan kepada Rama.

7. Uttara Kanda

Dalam bagian ini diceritakan bahwa kepada Rama terdengar desas-desus bahwa rakyat menyangsikan kesucian Sita. Maka untuk memberi contoh yang sempurna kepada rakyat diusirlah Sita dari istana. Tibalah Sita di pertapaan Valmiki, yang kemudian mengubah riwayat Sita itu wiracarita Ramayana. Dipertapaan itu Sita melahirkan dua anak laki-laki kembar, Kusa dan Lva. Kedua anak ini dibesarkan oleh Valmiki.

Waktu Rama mengadakan Aswamedha, Kusa dan Lava hadir di istana sebagai pembawa nyanyi-nyanyian Ramayan yang digubah oleh Valmiki. Segeralah Rama mengetahui, bahwa kedua anak laki-laki itu adalah anaknya sendiri. Maka dipanggilah Valmiki untuk mengantarkan kembali Sita ke istana.


Sumber: Pendit, Nyoman S. 2010. Ramayana dan Mahabharata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Rabu, 23 Juli 2014

6 Pilar Karakter

Pertama ialah trustworthiness, kejujuran ialah sikap yang memberikan sesuatu dengan apa adanya.

Kedua ialah respect, rasa hormat ialah sikap yang memberikan rasa saling menghormati kepada orang yang lebih tua.

Ketiga ialah responsibility, tanggung jawab sikap yang memiliki suatu nilai keberanian dalam mengambil sikap dan berani menganbil resikonya.

Keempat ialah fairness, keadilan ialah sikap yang memberikan sebuah kesamaan dan tidak ada berbedaan antara satu dengan yang lainnya.

Kelima ialah care, kepedulian ialah sikap respon kepada sesama manusia untuk saling tolong menolong.

Keenam ialah citizenship, rasa kewarganegaraan ialah sikap ketaatan kepada segala peraturan yang ada agar menjadikan lingkungan yang bersih.