Selasa, 21 September 2021

RINGKASAN MATERI BAB 3 TRI GUNA (PERTEMUAN 3)

 

KD 3.3 . Menyajikan Konsep Tri Guna dalam Kehidupan  

 

IPK ( INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI)

3.3.1  .  Menceritakan Contoh Tri Guna Dalam Kehidupan 

3.3.2.  Upaya-upaya Menyeimbangkan Tri Guna

 

RINGKASAN MATERI

A.    Cerita-cerita terkait Tri Guna dalam kehidupan

 

Kancil yang suka Mengulur-ulur kerja

            Dihutan yang lebat tinggallah dua binatang yang bersahabat, mereka adalah sikancil dan si tupai. Setiap hari kedua sahabat tersebut menghabiskan waktu bersama-sama. Pada suatu hari si tupai berkata kepada kelinci “ kelinci sekarang sudah memasuki musim hujan biasanya kita akan kebasahan juka kita tidak memiliki tempat tinggal. Ayo kita buat sarang supaya bila turun hujan kita punya tempat berteduh.” Kelinci menjawab Ya,  betul juga kata kamu, tapi hari ini aku merasa lemas dan capek ijinkan aku istirahat dulu ujar kancil.

Menjelang sore cuaca mulai berubah dan hujan pun turun dengan lebatnya, kedua sahabat tersebut langsung berlarian mencari tempat berteduh, kedua sahabat tersebut basah kuyup dan kedinginan. Kemudian tupai si tupai menggumang sendainya kita mempunyai sarang tentu kita tidak akan basah kutup seperti ini, si kancil mendengar dan berkata iya, kalau begitu besok pagi kita akan membuat sarang. Keesokan paginya si tupai mengajak si kancil untuk membuat sarang namun sikancil menjawab ini masih pagi, lagi pula waktu masih panjang dan tidak setiap hari akan turun Hujan kata kancil, bagaimana kalau kita bermain terlebih dahulu setelah itu baru kita membuat sarang. Akhirnya mereka bermain sampai lupa waktu kemudian hujan turun lagi dan mereka basah kutup dan kedinginan lagi, kemudian si tupai berkata seandainya kita membuat sarang pasti kita tidak akan kehujanan, bagaimana kalau besok kita membuat sarang si kancil yang pemalas itu menjawab kita lihat besok apa aku semangat atau tidak. Kelinci suka mengulur-ngulur wakti sehingga mereka selalu kebasahan dan kedinginan diwaktu hujan.

B.     Upaya-upaya Menyeimbangkan Tri Guna

Sifat Tri Guna tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikendalikan dan diusahakan untuk meningkatkan diri memupuk sifat sattvam, dan mengarahkan sifat rajas kea rah yang pusitif.

Upaya-upaya itu dapat dilakukan dengan melaksanakan ajaran agama Hindu secara baik dan benar.

Untuk mengarahkan sifat rajas kearah positif, kita dapat melakukan hal-hal sebagai berikut dalam kehidupan sehari-hari

1.      Tapa ( Pengendalian diri)

2.      Brata ( Berpantang )

3.      Yoga ( Menghubungkan antara atman dan Brahman)

4.      Samadhi ( meditasi)

5.      Dasa Yama Brata ( sepuluh cara pengendalian diri)

6.      Panca Nyama Brata ( Lima Cara pengendalian diri lanjutan)

7.      Dasa niyama Brata ( Sepuluh Cara Pengendalian diri lanjutan)

8.      Menerapkan tatwam asi

 

Upaya _upaya menyeimbangkan sifat Tams

1.         Mempelajari sastra-sastra suci (veda)

2.         Mengembangkan intuisi dan kecerdasan

3.         Dharmawacana

4.         Dharmatula

5.         Tirtayatra

6.         Aktif dalam kegiatan keagamaan

7.         Bekerja sungguh-sungguh

8.         Ksama ( Mudah member Maaf)

9.         Dama ( dapat mengendalikan nafsu)

10.     Asteya ( tidak mencuri)

11.     Sauca ( bersih atau suci)

12.     Indyanigraha ( Mengendalikan diri)

13.     Vidya ( Sanggup belajar)

14.     Satya ( kebenaran kesetiaan dan kejujuran)

15.     Akroda ( tidak marah)

16.     Melakukan ajaran catur marga

17.     Mengikuti ajaran asta brata( delapan cara pengendalian dan mengikuti sifat sifat para deva)

RINGKASAN MATERI BAB 3 TRI GUNA (PERTEMUAN 2)

 

KD 2.3 Menghargai Seseorang Yang dapat Mengharmoniskan diri dari ajaran Tri Guna

 

IPK ( INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI)

2.3.1  . Menerima Tri Guna yang Merupakan Sifat Dasar manusia

2.3.2.  Menghargai Prilaku Orang-orang Akibat Pengaruh Tri Guna.

 

 

RINGKASAN MATERI

A.    Ciri-ciri Tri Guna dalam Diri Manusia

Pengaruh Tri Guna pada diri manusia dapat dilihat dari tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Cirri-ciri atau tanda-tanda yang dapat dijadikan penanda bahwa orang tersebut dipengaruhi oleh sifat sattvam, rajas dan tamas dalam aktivitas sehari-hari. Adapun cirri-cirinya sebagai berikut:

1.      Ciri-ciri Sattvam

Ciri-ciri orang yang dipengaruhi sifat sattvam dalam kehidupan dapat menjadikan orang tersebut berprilaku positif. Dalam agama Hindu, terdapat Sloka-sloka yang memperjelas ciri-ciri orang yang lebih dominan dipengaruhi oleh sifat sattvam.

Dalam pustaka suci Manavadharmasastra XII,31, dinyatakan

Mempelajari Veda, Bertapa, belajar segala macam ilmu pengetahuan, berkesucian, mengendalikan atas budi indriya, melakukan perbuatan yang bajik, bersamadhi tentang jiwa, semua merupakan ciri-ciri sifet satwam.

Orang yang dikuasai sifat satvam biasanya berwatak tenang, waspada, dan berhati yang damai serta welas asih. Kalau mengambil keputusan akan ditimbang terlebih dahulu secara matang, kemudianbarulah dilaksanakan. Segala perkataan dan perilakunya mencerminkan kebijaksanaandan kebajikan.

Selanjutnya dalam Jitab Bhagavad-gita XVII.8, dinyatakan

Makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan member kekuatan,kesehatan, kebahagiaan, dan kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan menyenangkan hati.

ciri-ciri guna sattvam seperti memakan makanan yang satvika, melaksanakan yajna sesuai aturan-aturan veda.

 

2.      Ciri-ciri Rajas

Orang yang dikuasasi oleh sifat-sifat rajas biasanya selalu gelisah, keinginannya bergerak cepat, mudah marah dank eras hati. Orangnya suka pamer, senang terhadap yang memujinya dan benci terhadap yang merendahkannya.

Dalam pustaka suci Manavadharmasastra XII.32,

Sangat bergairah, akan melakukan tugas-tugas pekerjaan, kurang di dalam ketekunan, melakukan perbuatan-perbuatan berdosa, dan selalu terikat akan kesenangan- kesenangan jasmani, semuanya merupakan sifat rajas.

Dalam pustaka suci Bhagavadgita XVII.9,

Makanan terlalu pahit, terlalu asam, terlalu manis, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali disukai oleh orang dalam sifat nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit.

Sifat-sifat rajas seperti makanan rajasika, melaksanakan yajna dengan harapan mendapatkan hasil atau pamer.

 

3.      Ciri-ciri Tamas

Seseorang yang dipengaruhi oleh sifat Tamas dalam kehidupannya dapat menjadikan orang tersebut Berpilaku negative. Dalam agama Hindu, terdapat sloka-sloka yang menjelaskan ciri-ciri orang yang lebih dominan dipengaruhi sifat Tamas.

Dalam Pustaka suci Manavadharmasastra XII.33,

Loba, pemalsu, kecil hati, kejam athei, berusaha yang tidak baik, berkebiasaan hidup atas belas kasih pemberian orang lain dan tidak berperhatian adalah ciri-ciri sifat tamas.

Dalam pustaka suci Bhagavad-gita XVII.10,

Makanan yang dimakan lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang hambar, basi, dan busuk, makanan sisa orang lain, serta bahan-bahan haram disukai oleh orang yang berfifat kegelapan.

 

B.     Pengaruh Tri Guna pada Manusia

Tri guna dalam diri manusia berpengaruh pada kelahiran yang akan datang. Manusia mendapatkan surge, neraka, dan moksa dipengaruhi ketiga Guna dalam diri. Sifat-sifat tersebut akan melahirkan tindakan-tindakan dalam bentuk karma.

1.      Pengaruh Sifat Sattvam

Sifat sattvam member pengaruh terhadap tingkah laku dalam kehidupan, pengaruh sattvam membentuk buddhi yang baik, kecerdasan yang tinggi, Sradha bhaktinya menaati ajaran agama, dan patuh terhadap ajaran guru.

2.      Pengaruh sifat Rajas

Rajas memiliki arti nafsu, dari sifat rajas ini tentu berpengaruh terhadap tingkat prilaku dalam pengembangan budhi pekerti dalam kehidupan ini. Bila sifat nafsu mendominasi, dimana sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan oleh sifat ini maka memberika pengaruh terhadappengembangan tingkahlaku pasti menemukan konflik yang berakibat kehancuran pada diri.

 

3.      Pengaruh Sifat Tamas

Sifat tamas adalah sifat kebodohan, lambat, kegelapan dan hendaknya jangan biarkan ia tumbuh subur terhadap prilaku. Karena akan berdampak tidak saja terhadap sipelaku juga terhadap mahluk lainya.

RINGKASAN MATERI BAB 3 TRI GUNA (PERTEMUAN 1)

 

KD 1.3 Menghayati ajaran Tri Guna dalam Mengharmoniskan Kehidupan Beragama  

 

IPK ( INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI)

1.3.1  . Menerima Tri Guna yang Merupakan Sifat Dasar manusia

1.3.2.  Menghargai Prilaku Orang-orang Akibat Pengaruh Tri Guna.

 

 

RINGKASAN MATERI

A.    Tri Guna Dalam Diri

Pada Hakekatnya setiap orang terlahir kedunia dipengaruhi oleh sifat-sifat tertentu  dan sifat itulah nantinya yang akan membentuk kepribadian serta perkembangan karakter orang itu sendiri. Dalam Wraspati tattva disebutkan setiap orang diliputi oleh sifat seperti sifat tenang, bergejolak, sifat dinamis, tamas dan malas atau lamban. Sifat dasar manusia satu dengan lainnya selalu bergejolak untukmsaling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu

Pustaka suci Bhagavad-Gita, XVIII.40 menyatakan bahwa:

Na tad asti prthivyam va  divi devesu va punah sattvam prakrti-jair muktam yad ebhih

Syat tribhir gunaih.

Artinya:

Tiada mahlik yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susun planet yang lebih tinggi, yang bebas dari sifat tersebut yang dilahitkan dari alam material.

Terjemahan sloka diatas, dapat dijelaskan bahwa, setiap mahluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap mahluk yang terbentuk oleh unsure material dipengaruhi oleh tri guna.

Tri Guna Berasal dari kata “ Tri” yang artinya Tri dan “ Guna” artinya sifat atau bakat. Jadi tri Guna adalah tiga sifat dasar yang terdapat pada setiap diri manusia yang ada dijagat raya ini dan juga mahluk lainnya. Perubahan pengaruh guna itulah menyebabkan tabiat manusia berubah-ubah juga dan tri guna yang tidak seimbang menjadikan bermacam-macam sifat manusia.

Sifat Tri Guna Lahir dri Prekerti yang membelenggu penghuni badan ( Jiva) yang tek termusnahkan. Dari sifat sattvam yang mulia memberikan penerangan dan kesehatan, membelenggu dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu pengetahuan dapat mengantar kearah yang positif sesuai dengan norma Agama.

Bagian-bagian Tri Guna terdiri dari tiga sifat dan ketiga sifat inilah yang nantinya akan membentuk karakter atau watak manusia yang sesungguhnya. Ketiga sifat tersebut diperoleh sejak lahir dan tidak padap dihindari, melainkan hanya bias diperbaiki melalui karma baik yang simbang. Sifet tersebut terdiri atas:

 

 

1.      Sifat Sattvam

Sifat sattvam adalah sifat tenang, jujur dan baik. Orang yang lebih dominan sifat sattvam-nya dapat membentuk karakter untuk selalu berbuat kebaikan, baik dalam pikiran tindakan maupun perkataan sehingga orang tersebut menjadi bijaksana, cerdas, sopan, disiplin, jujur, dan selalu menengakan dharma.

 

2.      Sifat Rajas

Sifat rajas adalah sifat aktif, semangat, lugas, tegas, sombong, angkug serta yang lain. Orang yang lebih dominan sifat rajas-nya dapat membentuk karakter kreatif, inovatif, angkuh, sombong, cepat tersinggung, dan merasa paling benar.

 

3.      Sifat Tamas

Sifat tamas adalah sifat malas dan lamban. Orang yang lebih dominan sifat tamas-nya dapat membentuk karakter malas, lamban, pasif, mudah menyerah dan tidak peduli.

 

Ketiga sifat dasar diatas tidak dapat dipisahkan antara sifat yang satu dengan yang lainnya sebab ketiganya saling terkait. Ketiga sifat dasar dalam didi manusia hanya dapat dikendalikan dan digunakan untuk tujuan menciptakan keharmonisan dan kedamaian.

RINGKASAN MATERI BAB 2 SAPTA TIMIRA (PERTEMUAN 4)

 

KD  :  4.1  Cerita-cerita yang terkait dengan ajaran Sapta Timira dalam kehidupan                                             

 

         IPK :  4.1.1  Menceritakan cerita yang terkait dengan Sapta Tiira

        

                         RINGKASAN  MATERI SAPTA TIMIRA

 

Cerita yang terkait dengan  Sapta Timira







RINGKASAN MATERI BAB 2 SAPTA TIMIRA (PERTEMUAN 3)

 KD  :  3.1  Menguraikan Sapta Timira sebagai prilaku yang harus dikemdalikan dalam

                  Kehidupan.                                               

 

         IPK :  3.1.5  Menjelaskan upaya-upaya untuk menghindari Sapta Timira dalam

                               kehidupan

                    

                   

                         RINGKASAN  MATERI  SAPTA TIMIRA

 

A.    Cara Menghindari Akibat Buruk dari Sapta Timira

Di dalam ajaran agama Hindu tentang Sapta Timira, akibat dari kesombongan dan mabuk itu sangat tidak baik sehingga perbuatan ini harus dihindari. Orang yang sombong, tinggi hati, suka merendahkan orang lain tidak akan disenangi oleh teman dan tetangga. Sombong dan mabuk merupakan perilaku tidak baik karena dapat menumpuk karma buruk yang kelak di kemudian hari pasti akan dialami oleh mereka yang melakukan kesombongan dan kemabukan.

Ajaran suci Veda sebagai kitab suci Agama Hindu memberikan banyak cara untuk menghindari perilaku sombong dan mabuk. Solusi yang ditawarkan oleh Agama Hindu, antara lain:

a.      Tersenyumlah Semanis Mungkin dan Menyapalah Seramah-ramahnya

Senyuman manis yang tulus dan ramah tamah akan membuat hati orang lain akan merasa bahagia. Menjadikan orang bahagia adalah karma baik yang akan berpahala kemuliaan. Banyak orang sakit akan menjadi sembuh karena keramahtamahan dan senyuman para perawat dan dokter. Senyuman manis dan teguran yang ramah tidak ternilai harganya. Wisatawan berani membayar mahal untuk mendapatkan keramahtamahan dan senyuman manis. Dengan senyum yang tulus akan hilang kesombongan dan terhindar dari akibat buruk dari Sapta Timira.

b.      Sabar

Tidak berlebihan apabila dinyatakan bahwa kesabaran itu tujuan tertinggi dari setiap agama-agama besar di seluruh dunia. Kesabaran adalah kunci utama agar tidak berperilaku sombong dan mabuk. Orang yang sabar akan selalu selamat dalam hidupnya karena tidak pernah iri melihat apa yang dimiliki oleh orang lain. Orang sabar akan mempunyai hati yang tenang walaupun ada masalah yang menderanya. Dengan kesabaran, gelombang pikiran akan teratur dan pasti mendapatkan simpati banyak orang. Dengan kesabaran, kita akan terhindar dari akibat buruk dari Sapta Timira.

c.       Menerima Diri Apa Adanya

Memang tidak mudah untuk bisa menerima keadaan diri secara ikhlas. Orang yang sombong akan selalu merasa dirinya kurang atau sebaliknya, merasa dirinya lebih superior atau lebih baik dari orang lain. Apabila seseorang merasa dirinya kurang, maka timbul niat untuk menghujat dan mencela orang lain yang dianggap lebih dari dirinya. Begitu juga sebaliknya, apabila merasa lebih, maka timbul kesombongan lalu mengekspresikan diri secara berlebihan. Sikap menerima diri apa adanya akan menghindarkan diri dari akibat Sapta Timira

d.      Ikhlas Belajar dan Bekerja Lebih Banyak

Banyak orang yang menggerutu dan marah apabila diberi kesempatan belajar dan bekerja lebih banyak. Untuk menghindari akibat Sapta Timira, sebaiknya senang dan bersyukur apabila mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bekerja lebih banyak. Belajar dan bekerja adalah salah satu cara untuk memuja Sang Hyang Widhi. Mereka yang belajar dan bekerja lebih, pasti akan semakin pandai, cerdas, dan bijaksana. Bukan itu saja, juga akan mendapat panjang umur, kebahagiaan dalam keluarga akan dinikmati secara ajaib dan rahasia.

e.       Selalu Bersyukur dan Tidak Pernah Mengeluh

Orang yang suka mengeluh dan merasa diri paling baik dan berguna adalah awal dari kesombongan dan kemabukan. Melihat teman lebih cantik, lebih mendapatkan perhatian dan lebih kaya, maka timbul rasa kesombongan berupa mencela orang lain. Mencela orang lain bukan untuk mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih banyak untuk menutupi dan menyembunyikan keburukan yang ada pada diri sendiri. Perbuatan ini sama sekali tidak baik. Veda mengajarkan agar tidak mengeluh, untuk apa mengeluh hanya akan merugikan diri sendiri. Selalulah bersyukur agar tidak menjadi sombong. Dengan bersyukur, maka akan terhindar dari akibat buruk Sapta Timira

f.       Hidup Sederhana

Ajaran suci Veda selalu menganjurkan agar umat Hindu selalu hidup sederhana tidak bermewah-mewahan. Sederhana dalam makan dan minum, sederhana dalam berbusana dan sederhana juga dalam memakai fasilitas. Perhatikan akibat buruk dari kejahatan korupsi mencuri uang rakyat. Akibat dari seseorang yang ingin selalu dipuji dan dikagumi, lalu tega mencuri uang rakyat dan berakhir mendekam di penjara yang penuh sesak, pengap, dan tidak nyaman. Semua itu merupakan contoh akibat perbuatan Sapta Timira yang harus dihindari dengan cara selalu hidup sederhana.

 

g.      Menerima Saran dan Pendapat Orang Lain

Memang tidak mudah untuk menerima nasihat orang lain. Memang sudah tabiat manusia yang selalu tidak mau disalahkan. Manusia selalu ingin dipuji dan disanjung. Namun, ajaran suci Veda mewajibkan setiap orang menerima saran dan pendapat orang. Setelah diterima, maka kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimiliki dipakai untuk menyeleksi pendapat dimaksud. Ada pendapat yang mencela dan ada juga pendapat yang justru memberikan inspirasi demi kebangkitan. Jika tulus menerima nasihat orang lain, maka kesombongan tidak akan terjadi dan pasti terhindar dari akibat buruk dari Sapta Timira.

RINGKASAN MATERI BAB 1 ATMAN (PERTEMUAN 4)

 KD  :   Menguraikan sifat-sifat Atman yang tertuang Bhagawadgita                                                

 

         IPK :  4.1.1 Menguraikan sift-sifat Atman yang tertuang dalam Bhagawadgita

                     4.1.2 Mampu mengumpulan sloka-sloka yang terkait dengan sifat-sifat Atman

                     4.1.3 Mampu menganalisa sloka-sloka yang terkait Atman dalam Agama Hindu

                   

      RINGKASAN  MATERI ATMAN

 

MAMPU  MENGURAIKAN SIFAT-SIFAT ATMAN YANG TERTUANG DALAM BHAGAWADGITA

Berikut ini penjelasan tentang ātmān yang dijelaskan dalam berbagai kitab Veda  diantaranya pustaka suci Bhagavad-gītā sebagai berikut:

dehino’smin yathā dehe

kaumāram yauvanam jarā,

tathā dehāntara-prāptir

dhīras tatra na muhyati

Bhagavad-gītā II.13

Terjemahan:

Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua, demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.

Mahkluk manusia menjadikan dirinya layak untuk mendapatkan keabadian dengan melewati serangkaian kelahiran dan kematian berulangkali perubahan badan jasmani bukan berarti terjadinya perubahan pada roh. Tak satu penjelmaanpun yang tetap tinggal abadi.

mātrā-sparśas tu kaunteya

śītosna-sukha-duhkha-dāh,

āgamāpāyino’nityas

tāms titiksasva bhārata

Bhagavad-gītā II.14

Terjemahan:

Sesungguhnya, hubungannya dengan benda-benda jasmaniah, wahai Arjuna, menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan pergi, tidak kekal, terimalah hal itu dengan sabar, wahai Arjuna.

Mantra (materi) sebagai unsur suara, sentuhan, warna, rasa, dan bau merupakan panca mahabhuta yaitu tanah (prthivi), air (apah), api(teja), angin (vayu) dan eter (akasa)

āyate mriyate vā kadācin

nāyam bhūtvā bhavitā vā na bhūyah

ajo nityah śāśvato’yam purāno

na hanyate hanyamāne śarīre

Bhagavad-gītā II.20

Terjemahan:

Ini tak pernah lahir, juga tak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati.

nainam chindanti śastrāni

nainam dahati pāvakah,

na cainam kledayanty āpo

na śosayati mārutah

Bhagavad-gītā II.23

Terjemahan:

Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.

acchedyo’yam adāhyo’yam

akledyo’śosya eva ca,

nityah sarva-gatah sthānur

acalo’yam sanātanah.

Bhagavad-gītā II.24

Terjemahan:

Sesungguhnya dia tak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi selamanya.

avyakto’yam acintyo’yam

avikāryo’yam ucyate,

tasmād evam viditvainam

nānuśocitum arhasi

Bhagavad-gītā II.25

Terjemahan:

Dia tak dapat diwujudkan dengan kata-kata tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak berubah-ubah; karena itu sebagaimana halnya engkau tak perlu berduka.

sarva-bhūta-sthitam yo mām

bhajaty ekatvam āsthitah,

sarvathā vartamāno’pi

sa yogī mayi vartate

Bhagavad-gītā VI.31

Terjemahan:

Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insan, dengan tujuan manunggal, yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara hidupnya.

ātmaupamyena sarvatra

samam paśyati yo’rjuna,

sukham vā yadi vā duhkham

sa yogī paramo matah

Bhagavad-gītā VI.32

Terjemahan:

Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat di mana-mana sama ātman itu sebagai ātman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun dalam duka.

 

aksaram brahma paramam

svabhāvo`dhyātmam ucyate

bhūta-bhāvodbhava-karo

visargah karma-samjñitah

Bhagavad-gītā VIII.3

Terjemahan:

Yang kekal abdi maha agung adalah Brahman; persemayan-Nya dalam badan individu dinamakan adhyatman; karma adalah nama yang diberikan kepada persembahan yang melahirkan makhluk hidup di dunia

Selain pustaka suci Bhagavad-gītā yang menjelaskan ātmān, penjelasan terkait ātmān juga dijelaskan dalam beberapa kitab suci Weda diantaranya yaitu:

ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,

na bhawanti samacara yatha badarakantakah

Slokantara 27-53

Terjemahan:

Lahir dari perut ibu yang sama dan di waktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai berbedanya duri belatung yang satu dengan yang lainnya.

 Sariram brahmapravisat sarire adhiprajapatih

 Athanvaweda XI.8.30

 

Terjemahan:

Tuhan memasuki tubuh manusia dan disana Dia menjadi Raja tubuh itu.

kadi rupa sang hyang aditya an prakasakan iking sarwa

loka mangkana ta sang hyang atma an prakasakan iking

sira marganyam wenang maprawartti

Bhisma Parwa

Terjemahan:

Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah ātman menerangi badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.

Satyasya satyam

Brhadaranynaka Upanisad II.1.20

Terjemahannya:

Ātman adalah kebenaran dari kebenaran.

 “Atmana esa prano jayate

Yatha isa puruse

Chayaitasminnta atatam

Mano krtena yatyasmin sarire”

Prasna Upanisad III. 3.

 

Terjemahan:

“Prana ini dilahirkan dari ātmān, ibarat bayang-bayang mengikuti badan, demikian Prana terikan pada ātmān, ia memasuki (menghidupi) tubuh sesuai dengan pikirannya, baik atau buruk perbuatannya”

 “Dva suparna sayujya sakhaya

Samanam vrksam parisasvajate

Tayor anyah pippalam svadv

atty anasnann anyo’ bhicakasiti”.

Manduka Upanisad III.1.

Terjemahan:

“Ada dua ekor burung yang selalu berkeadaan menjadi satu, yang dijuluki dengan satu nama sama, tinggal di sebuah pohon. Salah satu dari kedua burung itu menghayati kenikmatan dalam memakan buah dari pohon itu, sedang satunya lagi mengawasinya sebagai Sang Saksi”

Syair di atas mengandung sebuah pengertian, dimana burung yang sedang memakan buah digambarkan sebagai atman, sedangkan burung yang satu lagi digambarkan sebagai Brahman bertugas mengawasi ātmān.Tattwamasi

Chandogya Upanisad V.8.7

Terjemahan:

 “Dia adalah engkau, engkau adalah mereka juga, aku engkau dan mereka juga, aku engkau dan mereka adalah juga sama, yakni sama-sama berasal dari Brahman dan hakikatnya akan kembali kepada Brahman”.

eko devah sarva bhutesu gudhah sarva vyapi

sarva bhutaratma karma dhayaksah sarva bhutadiwasah,

saksi ceto kevalonirgnasca

Weda Parikrama

Terjemahan:

Satu zat yang bersembunyi dalam setiap makhluk yang mengisi semuanya yang merupakan jiwa batin semua makhluk raja dari semua perbuatan yang tinggal dalam semua makhluk saksi yang hanya terdapat dalam pikiran saya.

Yasmin sarwani bhutany

Atmaiwabhud wijanatah

Tatro ko mohah kah soka

Ekatwam anupasyatah

         (Isa Upanisad-7)

Terjemahan:

Ia yang mengetahui ātmān ada dalam semua insan tidak akan ragu-ragu, satu zat yang tersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupkan semuanya dan merupakan jiwa dari semua serta saksi dari semua perbuatannya.

Kutipan sloka di atas menjelaksan bahwa setiap makhluk hidup diresapi oleh zat yang disebut ātmān. Karena dalam diri makhluk hidup terdapat ātmān, semua kegiatan yang dilakukan, ātmān menjadi saksinya. Jivatman adalah ātmān yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan kekuatan dan hidup. Dan apabila mati ātmān akan keluar daru tubuh (wadah) dan disebut Roh.

Ātmān merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi. Bila Tuhan diibaratkan lautan maka ātmān hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari maka ātmān itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal ātmān sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu ātmān tertinggi. ātmān berasal dari Tuhan maka pada akhirnya ātmān kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap air laut yang kembali kelaut saat hujan turun.