KD : 3.1
MEMAHAMI SIFAT-SSIFAT ATMAN YANG TERTUANG DALAM
KITAB SUCI BHAGAWADGITA
IPK :
3.1.1 Mampu memahami masuknya Atman dalam
kandungan
3.1.2 Mampu memahami keluarnya Atman dari mahluk
3.1.3 Mampu mencari literatur sloka yang terkait
RINGKASAN MATERI ATMAN
A.
MASUKNYA ātmān DALAM
KANDUNGAN
Karmana
daiva netrena jantur dehopapattaye stryah pravista udaram pumsa retah
kanasrayah,
Bhagavata
Purana 3.31.1
Di
bawah pengawasan Tuhan Yang Maha Esa dan sesuai dengan perbuatan (karma) nya, sang makhluk hidup (jiva) dimasukkan ke dalam rahim sang ibu (oleh para
Deva pengendali urusan material dunia fana) melalui mani sang ayah untuk
memperoleh badan jasmani baru tertentu
Sang Jiwa memperoleh badan
jasmani dan tumbuh berkembang dalam rahim sang ibu.
Bhagavata
Purana 3.31.2- 4 dan 10
Dengan memperoleh gizi dari
makanan dan minuman yang di-konsumsi si ibu, sang jiva dalam
janin tumbuh didalam rahim sang ibu, tetapi dalam kondisi sengsara
karena: Ia tinggal dalam rahim ibu bagaikan seekor burung dalam sangkar yang
tidak bisa bergerak bebas. Ia tinggal dalam rahim ibu yang bagaikan ruangan
amat sempit. Ia tinggal dalam rahim ibu yang amat panas dan menyesakkan. Dan ia
merasakan seluruh tubuhnya seperti terpanggang oleh panasnya api pencernaan si
ibu. Sang janin tidak sadarkan diri dari waktu ke waktu karena sangat menderita
seperti itu. Ia tiada henti merasakan derita akibat dari makanan si ibu yang
terlalu pahit, terlalu pedas atau terlalu asin atau asam. Ia benar-benar secara
pisik terbelenggu/terkungkung tanpa kebebasan sedikitpun dan tanpa daya di
dalam rahim dengan kepala merunduk ke arah perut. Punggung dan lehernya
melengkung bagaikan busur.
Bhagavata
Purana 3.31.5-8
Sang makhluk hidup yang
menderita dalam rahim si ibu cukup beruntung, maka ia bisa mengingat segala
penderitaan yang dialaminya dalam seratus kali penjelmaannya yang telah lewat.
Dalam derita diikat oleh tujuh lapis materi (5 unsur materi kasar + pikiran dan
kecerdasan), si bayi berdoa kepada Tuhan yang telah menempatkan dirinya
dalam kondisi demikian. Ia menyatakan diri hanya berlindung kepada Tuhan dalam
beraneka-macam inkarnasi-Nya. Ia sadar sebagai jiva spiritual abadi yang kini
dicengkram maya dan berulang-kali sujud kepada Tuhan dalam aspek
Beliau sebagai Paramatma. Ia tahu bahwa dirinya terpisah dari Tuhan karena
terperangkap dalam badan jasmani sehingga salah menggunakan hidupnya. Ia
sadar bahwa dirinya kini menderita di alam material karena melalaikan Beliau
yang manjadi penguasa segala sesuatu. Ia berharap agar bisa kembali berhubungan
dengan Tuhan Krishna dalam pelayanan bhaktikepada-Nya. Ia berjanji akan
kembali berserah diri kepada Nya agar bebas dari segala macam derita.
Bhagavata
Purana 3.31.9 – 16
Dalam kondisi Terendam dalam
genangan darah yang kotor dalam perut sang ibu, si bayi sangat ingin segera
keluar dari rahim. Ia menghitung-hitung berapa bulan sudah diri nya berada
dalam kondisi amat menyengsarakan seperti itu. Ia berkata,”O Tuhanku, kapankah
hambamu ini, sang jiva yang sengsara, akan bebas dari
kurungan derita ini?”. Dan ia juga berdoa bahwa atas karunia Tuhan, ia
menyadari betul kondisi dirinya begitu menderita meskipun baru berusia 10
(sepuluh) bulan dan Ia bersyukur karena telah diberikan badan jasmani manusia,
sehingga bisa menginsyafi diri (sebagaijiva abadi
rohani, pelayan kekal Tuhan). Ia berkata tidak mau keluar dari rahim sang ibu
meskipun sangat menderita di dalamnya, sebab ia takut jatuh lagi ke
dalam sumur gelap kehidupan material. “Tenaga material-Mu maya akan segera menangkap diriku, sehingga
hamba menjadi tidak insyaf diri lagi begitu lahir kedunia fana, begitu ia berkata kepada
Tuhan. “Paham ke-AKU-an palsuku akan seketika menyelimuti diriku yang
merupakan awal dari siklus kelahiran dan kematian (samsara) yang
menjerat diriku”. Ia pun berjanji, dengan bantuan kecerdasannya yang
suci, akan selalu ingat pada kaki padma Tuhan agar bebas dari gelapnya
kehidupan material dan siap lahir ke dunia fana.
Bhagavata
Purana 3.31.17- 21
Saat sang Jivaberdoa
demikian, angin yang menyebabkan proses kelahiran mendorongnya ke depan dengan
kepala menghadap ke bawah. Sang bayi lahir keluar rahim dalam kesusahan
amat besar dengan kepala mengarah kebawah tanpa berbernafas dan pingsan akibat
penderitaan bukan kepalang. Di dunia fana, si bayi diasuh oleh orang-orang yang
tidak memahami keinginannya, tidak mampu menolak apa saja yang diberikan kepada
dirinya, dibaringkan di tempat kotor, dan ia tidak bisa menggaruk
tubuhnya untuk meniadakan rasa gatal, apalagi duduk,berdiri dan berjalan. Di
dunia fana, si bayi yang kulitnya masih amat lembut dan halus, tidak berdaya
digigit kutu, agas, nyamuk dan binatang kecil lain. Ia telah kehilangan
kearifan berpikir, lupa pada hakekat dirinya sebagai sang jiva rohani
abadi (karena dikhayalkan oleh maya) dan menangis dengan sangat
memilukan.
Bhagavata
Purana 3.31.22-27
B.
keluarnya ātmān dari tubuh
mahkluk
ātmān
adalah unsur yang paling utama dari segala ciptakan ia berkuasa atas tubuh yang
dimasukinya dan mengendalikan tubuh tersebut. Hingga nantinya tubuh itu rusak
ia akan meninggalkan tubuh itu dan beralih ke tubuh yang lain, atau dapat
bersatu dengan sumbernya. Jika ātmān
lepas dari tubuh maka mahkluk akan mati.
Dalam kepercayaan
Hindu, yang hidup di surga maupun
neraka hanya jiwa (roh). Tetapi tempat ini bukan tempat abadi.
Sorga dan Neraka sekedar persinggahan sementara bagi ātmān yang
tidak murni karena pengaruh karma wasana. Sorga bersifat sementara. Dalam kitab
suci dijelaskan :
Te tam bhuktva svarga lokam
visalam
Ksine punye martya lokam
visanti,
Evam trayi dharmam anuprapanna
Gataganam kama-kama labhante
Bhagawad
Gita IX. 21
Setelah
menikmati sorga yang luas mereka kembali ke dunia manusia, dikala nilai
kebajikan habis; sesuai dengan ajaran ketiga kitab suci dan menginginkan objek
kenikmatan, mereka datang dan pergi.
Setelah ātmān
menikmati sorga ketika buah dari karma baik mereka habis, mereka memasuki dunia
yang tidak abadi ini; demikianlah mereka yang mengikuti aturan Weda,
mendambakan hasil dari perbuatan mereka, memperoleh lingkaran hidup dan mati.
Jadi setelah pahala atau dosa yang ia perbuat usai ditebus dalam sorga atau
neraka pada saat itulah jiwa/roh/ seorang manusia siap lahir ke dunia untuk
memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukannya dalam kehidupan terdahulu dan
mengalami sebuah evolusi spritualitas dan mencapai Moksa.
Bagi ātmān yang
ketika hidup di dunia banyak berbuat subha
karma (berbuat baik) dari pada
asubha karma (berbuat tidak baik),
mereka akan singgah sementara di sorga.
Dan sebaliknya, bagi ātmān yang ketika
hidup banyak berbuat asubha karma
(berbuat tidak baik) dari pada subha
karmanya (berbuat baik), mereka akan singgah di neraka. Ini semua karena
hasil karma mereka masing-masing. Akibat tidak mampu mempertahankan kesucian
sang ātmān (jiwa/roh)
yang suci, bagian dari Brahman (Sang
Hyang Widhi). Jadi setelah menikmati sorga atau neraka, jiwa bisa kembali
lahir ke dunia untuk melanjutkan evolusi spritualnya sampai akhirnya mencapai moksa. Dengan demikian dalam pandangan
Hindu, seseorang mencapai sorga atau moksa karena hasil dari perbuatannya.
Tetapi yang penting diingat
Sorga Hindu bukanlah sorga dimana manusia memuaskan nafsu badaninya. Karena
yang hidup di sorga Hindu hanya jiwa, tanpa badan kasar. Neraka juga bukan
merupakan tempat penyiksaan yang kejam dan abadi karena tujuan hidup seorang manusia
adalah mencapai moksa dan
reinkarnasi adalah sebuah jalan yang diberikan
oleh Sang Hyang Widhi kepada setiap
jiwa/roh untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah diperbuatnya dan
mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Brahman.
Neraka dalam Weda hanya
disebutkan dalam tiga mantra sebagai tempat kegelapan saja, lawan dari sorga
yang artinya dunia yang selalu terang. Neraka hanya digambarkan sebagai wilayah
kegelapan tanpa dasar, tempat para
pendurhaka, orang-orang yang tidak bermoral,
rumah kehancuran dan tukang sihir. Tidak ada penjelasan tentang api yang
berkobar-kobar yang mengancam dengan ganas. Tidak ada alat-alat penyiksa yang
akan merobek-robek atau menusuk, memotong jiwa manusia. Karena jiwa /roh tidak
bisa dirobek dan dipotong.
C.
sloka terkait dengan sifat-sifat ātmān
Berikut ini penjelasan tentang ātmān yang
dijelaskan dalam berbagai kitab Veda diantaranya pustaka suci Bhagavad-gītā sebagai
berikut:
dehino’smin yathā dehe
kaumāram yauvanam jarā,
tathā dehāntara-prāptir
dhīras tatra na muhyati
Bhagavad-gītā II.13
Terjemahan:
Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa
tua, demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan
tergoyahkan.
Mahkluk manusia menjadikan dirinya layak untuk
mendapatkan keabadian dengan melewati serangkaian kelahiran dan kematian
berulangkali perubahan badan jasmani bukan berarti terjadinya perubahan pada
roh. Tak satu penjelmaanpun yang tetap tinggal abadi.
mātrā-sparśas tu kaunteya
śītosna-sukha-duhkha-dāh,
āgamāpāyino’nityas
tāms titiksasva bhārata
Bhagavad-gītā II.14
Terjemahan:
Sesungguhnya, hubungannya dengan benda-benda jasmaniah, wahai Arjuna,
menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan pergi, tidak
kekal, terimalah hal itu dengan sabar, wahai Arjuna.
Mantra (materi) sebagai unsur suara, sentuhan,
warna, rasa, dan bau merupakan panca mahabhuta yaitu tanah (prthivi), air
(apah), api(teja), angin (vayu) dan eter (akasa)
na jāyate mriyate vā kadācin
nāyam bhūtvā bhavitā vā na bhūyah
ajo nityah śāśvato’yam purāno
na hanyate hanyamāne śarīre
Bhagavad-gītā II.20
Terjemahan:
Ini tak pernah lahir, juga tak pernah mati atau setelah ada tak akan
berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak
mati pada saat badan jasmani ini mati.
nainam chindanti śastrāni
nainam dahati pāvakah,
na cainam kledayanty āpo
na śosayati mārutah
Bhagavad-gītā II.23
Terjemahan:
Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak
dapat mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.
acchedyo’yam adāhyo’yam
akledyo’śosya eva ca,
nityah sarva-gatah sthānur
acalo’yam sanātanah.
Bhagavad-gītā II.24
Terjemahan:
Sesungguhnya dia tak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat
dikeringkan dan dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak
bergerak, dan abadi selamanya.
avyakto’yam acintyo’yam
avikāryo’yam ucyate,
tasmād evam viditvainam
nānuśocitum arhasi
Bhagavad-gītā II.25
Terjemahan:
Dia tak dapat diwujudkan dengan kata-kata tak dapat dipikirkan dan
dinyatakan, tak berubah-ubah; karena itu sebagaimana halnya engkau tak perlu
berduka.
sarva-bhūta-sthitam yo mām
bhajaty ekatvam āsthitah,
sarvathā vartamāno’pi
sa yogī mayi vartate
Bhagavad-gītā VI.31
Terjemahan:
Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insan, dengan tujuan
manunggal, yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau
bagaimanapun cara hidupnya.
ātmaupamyena sarvatra
samam paśyati yo’rjuna,
sukham vā yadi vā duhkham
sa yogī paramo matah
Bhagavad-gītā VI.32
Terjemahan:
Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat di mana-mana sama ātman
itu sebagai ātman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun dalam duka.
aksaram brahma paramam
svabhāvo`dhyātmam ucyate
bhūta-bhāvodbhava-karo
visargah karma-samjñitah
Bhagavad-gītā VIII.3
Terjemahan:
Yang kekal abdi maha agung adalah Brahman; persemayan-Nya dalam badan individu dinamakan adhyatman;
karma adalah nama yang diberikan kepada persembahan yang melahirkan makhluk
hidup di dunia
Selain pustaka suci Bhagavad-gītā yang
menjelaskan ātmān,
penjelasan terkait ātmān juga
dijelaskan dalam beberapa kitab suci Weda diantaranya yaitu:
ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,
na bhawanti samacara yatha badarakantakah
Slokantara
27-53
Terjemahan:
Lahir dari perut ibu yang sama dan di waktu yang sama, tetapi
kelakuannya tidak akan sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang
lainnya, sebagai berbedanya duri belatung yang satu dengan yang lainnya.
Sariram brahmapravisat sarire adhiprajapatih
Athanvaweda
XI.8.30
Terjemahan:
Tuhan memasuki tubuh manusia dan disana Dia menjadi
Raja tubuh itu.
kadi rupa sang hyang aditya an prakasakan iking
sarwa
loka mangkana ta sang hyang atma an prakasakan
iking
sira marganyam wenang maprawartti
Bhisma
Parwa
Terjemahan:
Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya
menerangi dunia, demikianlah ātman menerangi
badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Satyasya satyam
Brhadaranynaka Upanisad II.1.20
Terjemahannya:
Ātman adalah
kebenaran dari kebenaran.
“Atmana esa
prano jayate
Yatha
isa puruse
Chayaitasminnta
atatam
Mano
krtena yatyasmin sarire”
Prasna
Upanisad III. 3.
Terjemahan:
“Prana ini dilahirkan dari ātmān, ibarat
bayang-bayang mengikuti badan, demikian Prana
terikan pada ātmān, ia
memasuki (menghidupi) tubuh sesuai dengan pikirannya, baik atau buruk
perbuatannya”
“Dva suparna sayujya sakhaya
Samanam
vrksam parisasvajate
Tayor
anyah pippalam svadv
atty
anasnann anyo’ bhicakasiti”.
Manduka
Upanisad III.1.
Terjemahan:
“Ada dua ekor burung yang selalu berkeadaan menjadi satu, yang dijuluki
dengan satu nama sama, tinggal di sebuah pohon. Salah satu dari kedua burung
itu menghayati kenikmatan dalam memakan buah dari pohon itu, sedang satunya
lagi mengawasinya sebagai Sang Saksi”
Syair di atas mengandung sebuah
pengertian, dimana burung yang sedang memakan buah digambarkan sebagai atman, sedangkan burung yang satu lagi
digambarkan sebagai Brahman bertugas
mengawasi ātmān.
Tattwamasi
Chandogya
Upanisad V.8.7
Terjemahan:
“Dia adalah engkau, engkau adalah
mereka juga, aku engkau dan mereka juga, aku engkau dan mereka adalah juga
sama, yakni sama-sama berasal dari Brahman dan hakikatnya akan kembali kepada Brahman”.
eko devah sarva bhutesu gudhah sarva vyapi
sarva bhutaratma karma dhayaksah sarva
bhutadiwasah,
saksi ceto kevalonirgnasca
Weda
Parikrama
Terjemahan:
Satu zat yang bersembunyi dalam setiap makhluk yang mengisi semuanya
yang merupakan jiwa batin semua makhluk raja dari semua perbuatan yang tinggal
dalam semua makhluk saksi yang hanya terdapat dalam pikiran saya.
Yasmin sarwani bhutany
Atmaiwabhud wijanatah
Tatro ko mohah kah soka
Ekatwam anupasyatah
(Isa Upanisad-7)
Terjemahan:
Ia yang mengetahui ātmān ada dalam semua insan tidak akan ragu-ragu, satu
zat yang tersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupkan semuanya dan
merupakan jiwa dari semua serta saksi dari semua perbuatannya.
Kutipan sloka di atas menjelaksan bahwa
setiap makhluk hidup diresapi oleh zat yang disebut ātmān. Karena
dalam diri makhluk hidup terdapat ātmān, semua
kegiatan yang dilakukan, ātmān menjadi
saksinya.
Jivatman adalah ātmān yang telah masuk kedalam tubuh
(wadah), memberikan kekuatan dan hidup. Dan apabila mati ātmān akan keluar daru tubuh (wadah) dan
disebut Roh.
Ātmān merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi. Bila Tuhan diibaratkan lautan maka ātmān hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari maka ātmān itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal ātmān sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu ātmān tertinggi. ātmān berasal dari Tuhan maka pada akhirnya ātmān kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap air laut yang kembali kelaut saat hujan turun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar