Selasa, 21 September 2021

RINGKASAN MATERI BAB 1 ATMAN (PERTEMUAN 3)

KD  :  3.1 MEMAHAMI SIFAT-SSIFAT ATMAN YANG TERTUANG DALAM   

                  KITAB SUCI BHAGAWADGITA                                                

 

         IPK :  3.1.1  Mampu memahami masuknya Atman dalam kandungan

           3.1.2  Mampu memahami keluarnya Atman dari mahluk

           3.1.3  Mampu mencari literatur sloka yang terkait

 

                         RINGKASAN  MATERI ATMAN

 

 

 

A.    MASUKNYA ātmān DALAM KANDUNGAN

 

Description: D:\Lembaga\MGMP PAH Jatim\Kegiatan MGMP\2017\ATMAN\Masuknya Atman kedalam kandungan   Because of You_files\egg_develops_embryo_fetus_baby_grow.jpgKarmana daiva netrena jantur dehopapattaye stryah pravista udaram pumsa retah kanasrayah,

Bhagavata Purana 3.31.1 

Di bawah pengawasan Tuhan Yang Maha Esa dan sesuai dengan perbuatan (karma) nya, sang makhluk hidup (jiva) dimasukkan ke dalam rahim sang ibu (oleh para Deva pengendali urusan material dunia  fana) melalui mani sang ayah untuk memperoleh badan jasmani baru tertentu

 

Sang Jiwa memperoleh badan jasmani dan tumbuh berkembang dalam rahim sang ibu.

Bhagavata Purana 3.31.2- 4 dan 10 

 

Dengan memperoleh gizi dari makanan dan minuman yang di-konsumsi si ibu, sang jiva dalam janin tumbuh didalam rahim sang ibu, tetapi  dalam kondisi sengsara karena: Ia tinggal dalam rahim ibu bagaikan seekor burung dalam sangkar yang tidak bisa bergerak bebas. Ia tinggal dalam rahim ibu yang bagaikan ruangan amat sempit. Ia tinggal dalam rahim ibu yang amat panas dan menyesakkan. Dan ia merasakan seluruh tubuhnya seperti terpanggang oleh panasnya api pencernaan si ibu. Sang janin tidak sadarkan diri dari waktu ke waktu karena sangat menderita seperti itu. Ia tiada henti merasakan derita akibat dari makanan si ibu yang terlalu pahit, terlalu pedas atau terlalu asin atau asam. Ia benar-benar secara pisik terbelenggu/terkungkung tanpa kebebasan sedikitpun dan tanpa daya di dalam rahim dengan kepala merunduk ke arah perut. Punggung dan lehernya melengkung bagaikan busur.

Bhagavata Purana 3.31.5-8 

 

Sang makhluk hidup yang menderita dalam rahim si ibu cukup beruntung, maka ia bisa mengingat segala penderitaan yang dialaminya dalam seratus kali penjelmaannya yang telah lewat. Dalam derita diikat oleh tujuh lapis materi (5 unsur materi kasar + pikiran dan kecerdasan), si bayi berdoa kepada Tuhan yang telah menempatkan  dirinya dalam kondisi demikian. Ia menyatakan diri hanya berlindung kepada Tuhan dalam beraneka-macam inkarnasi-Nya. Ia sadar sebagai jiva spiritual abadi yang kini dicengkram maya dan berulang-kali sujud kepada Tuhan dalam aspek Beliau sebagai Paramatma. Ia tahu bahwa dirinya terpisah dari Tuhan karena terperangkap dalam badan jasmani sehingga salah menggunakan  hidupnya. Ia sadar bahwa dirinya kini menderita di alam material karena melalaikan Beliau yang manjadi penguasa segala sesuatu. Ia berharap agar bisa kembali berhubungan dengan Tuhan Krishna dalam pelayanan bhaktikepada-Nya. Ia berjanji akan kembali berserah diri kepada Nya agar bebas dari segala macam derita.

Bhagavata Purana 3.31.9 – 16 

Dalam kondisi Terendam dalam genangan darah yang kotor dalam perut sang ibu, si bayi sangat ingin segera keluar dari rahim. Ia menghitung-hitung berapa bulan sudah diri nya berada dalam kondisi amat menyengsarakan seperti itu. Ia berkata,”O Tuhanku, kapankah hambamu ini, sang jiva yang sengsara, akan bebas dari kurungan derita ini?”. Dan ia juga berdoa bahwa atas karunia Tuhan, ia menyadari betul kondisi dirinya begitu menderita meskipun baru berusia 10 (sepuluh) bulan dan Ia bersyukur karena telah diberikan badan jasmani manusia, sehingga bisa menginsyafi diri (sebagaijiva abadi rohani, pelayan kekal Tuhan). Ia berkata tidak mau keluar dari rahim sang ibu meskipun  sangat menderita di dalamnya, sebab ia takut jatuh lagi  ke dalam sumur gelap kehidupan material. “Tenaga material-Mu maya akan segera menangkap diriku, sehingga  hamba menjadi tidak insyaf diri lagi begitu lahir kedunia fana,  begitu ia berkata kepada Tuhan. “Paham ke-AKU-an palsuku  akan seketika menyelimuti diriku yang merupakan awal dari siklus kelahiran dan kematian (samsara)  yang menjerat diriku”.  Ia pun berjanji, dengan bantuan kecerdasannya yang suci, akan selalu ingat pada kaki padma Tuhan agar bebas dari gelapnya kehidupan material dan siap lahir ke dunia fana.

Bhagavata Purana 3.31.17- 21

 

Description: 516bayi_dalam_rahim

 

Saat sang Jivaberdoa demikian, angin yang menyebabkan proses kelahiran mendorongnya ke depan dengan kepala menghadap ke bawah. Sang bayi lahir keluar  rahim dalam kesusahan amat besar dengan kepala mengarah kebawah tanpa berbernafas dan pingsan akibat penderitaan bukan kepalang. Di dunia fana, si bayi diasuh oleh orang-orang yang tidak memahami keinginannya, tidak mampu menolak apa saja yang diberikan kepada dirinya, dibaringkan di tempat kotor, dan ia tidak bisa  menggaruk tubuhnya untuk meniadakan rasa gatal, apalagi duduk,berdiri dan berjalan. Di dunia fana, si bayi yang kulitnya masih amat lembut dan halus, tidak berdaya digigit kutu, agas, nyamuk dan binatang kecil lain. Ia telah kehilangan kearifan berpikir, lupa pada hakekat dirinya sebagai sang jiva rohani abadi (karena dikhayalkan oleh maya) dan menangis dengan sangat memilukan.

Bhagavata Purana 3.31.22-27 

 

B.     keluarnya ātmān dari tubuh mahkluk

ātmān adalah unsur yang paling utama dari segala ciptakan ia berkuasa atas tubuh yang dimasukinya dan mengendalikan tubuh tersebut. Hingga nantinya tubuh itu rusak ia akan meninggalkan tubuh itu dan beralih ke tubuh yang lain, atau dapat bersatu dengan sumbernya. Jika ātmān lepas dari tubuh maka mahkluk akan mati.

Dalam   kepercayaan   Hindu,   yang   hidup   di   surga   maupun   neraka   hanya   jiwa (roh). Tetapi tempat ini bukan tempat abadi. Sorga dan Neraka sekedar persinggahan sementara bagi ātmān yang tidak murni karena pengaruh karma wasana. Sorga bersifat sementara. Dalam kitab suci dijelaskan :

Te tam bhuktva svarga lokam visalam

Ksine punye martya lokam visanti,

Evam trayi dharmam anuprapanna

Gataganam kama-kama labhante

Bhagawad Gita IX. 21

Setelah menikmati sorga yang luas mereka kembali ke dunia manusia, dikala nilai kebajikan habis; sesuai dengan ajaran ketiga kitab suci dan menginginkan objek kenikmatan, mereka datang dan pergi.

 

Setelah ātmān menikmati sorga ketika buah dari karma baik mereka habis, mereka memasuki dunia yang tidak abadi ini; demikianlah mereka yang mengikuti aturan Weda, mendambakan hasil dari perbuatan mereka, memperoleh lingkaran hidup dan mati. Jadi setelah pahala atau dosa yang ia perbuat usai ditebus dalam sorga atau neraka pada saat itulah jiwa/roh/ seorang manusia siap lahir ke dunia untuk memperbaiki setiap kesalahan yang dilakukannya dalam kehidupan terdahulu dan mengalami sebuah evolusi spritualitas dan mencapai Moksa.

Bagi ātmān yang ketika hidup di dunia banyak berbuat subha karma (berbuat baik) dari pada  asubha  karma  (berbuat  tidak  baik),  mereka  akan  singgah  sementara  di  sorga.  Dan sebaliknya, bagi ātmān yang ketika hidup banyak berbuat asubha karma (berbuat tidak baik) dari pada subha karmanya (berbuat baik), mereka akan singgah di neraka. Ini semua karena hasil karma mereka masing-masing. Akibat tidak mampu mempertahankan kesucian sang ātmān (jiwa/roh) yang suci, bagian dari Brahman (Sang Hyang Widhi). Jadi setelah menikmati sorga atau neraka, jiwa bisa kembali lahir ke dunia untuk melanjutkan evolusi spritualnya sampai akhirnya mencapai moksa. Dengan demikian dalam pandangan Hindu, seseorang mencapai sorga atau moksa karena hasil dari perbuatannya.

Tetapi yang penting diingat Sorga Hindu bukanlah sorga dimana manusia memuaskan nafsu badaninya. Karena yang hidup di sorga Hindu hanya jiwa, tanpa badan kasar. Neraka juga bukan merupakan tempat penyiksaan yang kejam dan abadi karena tujuan hidup seorang  manusia  adalah  mencapai  moksa  dan  reinkarnasi  adalah  sebuah  jalan  yang diberikan oleh Sang Hyang Widhi kepada setiap jiwa/roh untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah diperbuatnya dan mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Brahman.

Neraka dalam Weda hanya disebutkan dalam tiga mantra sebagai tempat kegelapan saja, lawan dari sorga yang artinya dunia yang selalu terang. Neraka hanya digambarkan sebagai wilayah  kegelapan  tanpa  dasar,  tempat  para  pendurhaka,  orang-orang  yang  tidak  bermoral, rumah kehancuran dan tukang sihir. Tidak ada penjelasan tentang api yang berkobar-kobar yang mengancam dengan ganas. Tidak ada alat-alat penyiksa yang akan merobek-robek atau menusuk, memotong jiwa manusia. Karena jiwa /roh tidak bisa dirobek dan dipotong.

 

C.    sloka terkait dengan sifat-sifat ātmān

Berikut ini penjelasan tentang ātmān yang dijelaskan dalam berbagai kitab Veda  diantaranya pustaka suci Bhagavad-gītā sebagai berikut:

dehino’smin yathā dehe

kaumāram yauvanam jarā,

tathā dehāntara-prāptir

dhīras tatra na muhyati

Bhagavad-gītā II.13

Terjemahan:

Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua, demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.

 

Mahkluk manusia menjadikan dirinya layak untuk mendapatkan keabadian dengan melewati serangkaian kelahiran dan kematian berulangkali perubahan badan jasmani bukan berarti terjadinya perubahan pada roh. Tak satu penjelmaanpun yang tetap tinggal abadi.

 

mātrā-sparśas tu kaunteya

śītosna-sukha-duhkha-dāh,

āgamāpāyinonityas

tāms titiksasva bhārata

Bhagavad-gītā II.14

Terjemahan:

Sesungguhnya, hubungannya dengan benda-benda jasmaniah, wahai Arjuna, menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan pergi, tidak kekal, terimalah hal itu dengan sabar, wahai Arjuna.

 

Mantra (materi) sebagai unsur suara, sentuhan, warna, rasa, dan bau merupakan panca mahabhuta yaitu tanah (prthivi), air (apah), api(teja), angin (vayu) dan eter (akasa)

 

na jāyate mriyate vā kadācin

nāyam bhūtvā bhavitā vā na bhūyah

ajo nityah śāśvatoyam purāno

na hanyate hanyamāne śarīre

Bhagavad-gītā II.20

Terjemahan:

Ini tak pernah lahir, juga tak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati.

 

nainam chindanti śastrāni

nainam dahati pāvakah,

na cainam kledayanty āpo

na śosayati mārutah

Bhagavad-gītā II.23

Terjemahan:

Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.

 

acchedyo’yam adāhyoyam

akledyo’śosya eva ca,

nityah sarva-gatah sthānur

acalo’yam sanātanah.

Bhagavad-gītā II.24

Terjemahan:

Sesungguhnya dia tak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi selamanya.

 

avyakto’yam acintyo’yam

avikāryoyam ucyate,

tasmād evam viditvainam

nānuśocitum arhasi

Bhagavad-gītā II.25

Terjemahan:

Dia tak dapat diwujudkan dengan kata-kata tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak berubah-ubah; karena itu sebagaimana halnya engkau tak perlu berduka.

 

sarva-bhūta-sthitam yo mām

bhajaty ekatvam āsthitah,

sarvathā vartamānopi

sa yogī mayi vartate

Bhagavad-gītā VI.31

Terjemahan:

Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insan, dengan tujuan manunggal, yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara hidupnya.

 

 

ātmaupamyena sarvatra

samam paśyati yorjuna,

sukham vā yadi vā duhkham

sa yogī paramo matah

Bhagavad-gītā VI.32

Terjemahan:

Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat di mana-mana sama ātman itu sebagai ātman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun dalam duka.

 

aksaram brahma paramam

svabhāvo`dhyātmam ucyate

bhūta-bhāvodbhava-karo

visargah karma-samjñitah

Bhagavad-gītā VIII.3

Terjemahan:

Yang kekal abdi maha agung adalah Brahman; persemayan-Nya dalam badan individu dinamakan adhyatman; karma adalah nama yang diberikan kepada persembahan yang melahirkan makhluk hidup di dunia

 

Selain pustaka suci Bhagavad-gītā yang menjelaskan ātmān, penjelasan terkait ātmān juga dijelaskan dalam beberapa kitab suci Weda diantaranya yaitu:

ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,

na bhawanti samacara yatha badarakantakah

Slokantara 27-53

Terjemahan:

Lahir dari perut ibu yang sama dan di waktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai berbedanya duri belatung yang satu dengan yang lainnya.

 

 Sariram brahmapravisat sarire adhiprajapatih

 Athanvaweda XI.8.30

Terjemahan:

Tuhan memasuki tubuh manusia dan disana Dia menjadi Raja tubuh itu.

 

kadi rupa sang hyang aditya an prakasakan iking sarwa

loka mangkana ta sang hyang atma an prakasakan iking

sira marganyam wenang maprawartti

Bhisma Parwa

Terjemahan:

Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah ātman menerangi badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.

 

Satyasya satyam

Brhadaranynaka Upanisad II.1.20

Terjemahannya:

Ātman adalah kebenaran dari kebenaran.

“Atmana esa prano jayate

Yatha isa puruse

Chayaitasminnta atatam

Mano krtena yatyasmin sarire”

Prasna Upanisad III. 3.

Terjemahan:

Prana ini dilahirkan dari ātmān, ibarat bayang-bayang mengikuti badan, demikian Prana terikan pada ātmān, ia memasuki (menghidupi) tubuh sesuai dengan pikirannya, baik atau buruk perbuatannya”

 

 “Dva suparna sayujya sakhaya

Samanam vrksam parisasvajate

Tayor anyah pippalam svadv

atty anasnann anyo’ bhicakasiti”.

Manduka Upanisad III.1.

Terjemahan:

“Ada dua ekor burung yang selalu berkeadaan menjadi satu, yang dijuluki dengan satu nama sama, tinggal di sebuah pohon. Salah satu dari kedua burung itu menghayati kenikmatan dalam memakan buah dari pohon itu, sedang satunya lagi mengawasinya sebagai Sang Saksi”

 

Syair di atas mengandung sebuah pengertian, dimana burung yang sedang memakan buah digambarkan sebagai atman, sedangkan burung yang satu lagi digambarkan sebagai Brahman bertugas mengawasi ātmān.

 

Tattwamasi

Chandogya Upanisad V.8.7

Terjemahan:

 “Dia adalah engkau, engkau adalah mereka juga, aku engkau dan mereka juga, aku engkau dan mereka adalah juga sama, yakni sama-sama berasal dari Brahman dan hakikatnya akan kembali kepada Brahman”.

 

eko devah sarva bhutesu gudhah sarva vyapi

sarva bhutaratma karma dhayaksah sarva bhutadiwasah,

saksi ceto kevalonirgnasca

Weda Parikrama

Terjemahan:

Satu zat yang bersembunyi dalam setiap makhluk yang mengisi semuanya yang merupakan jiwa batin semua makhluk raja dari semua perbuatan yang tinggal dalam semua makhluk saksi yang hanya terdapat dalam pikiran saya.

 

Yasmin sarwani bhutany

Atmaiwabhud wijanatah

Tatro ko mohah kah soka

Ekatwam anupasyatah

         (Isa Upanisad-7)

Terjemahan:

Ia yang mengetahui ātmān ada dalam semua insan tidak akan ragu-ragu, satu zat yang tersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupkan semuanya dan merupakan jiwa dari semua serta saksi dari semua perbuatannya.

 

Kutipan sloka di atas menjelaksan bahwa setiap makhluk hidup diresapi oleh zat yang disebut ātmān. Karena dalam diri makhluk hidup terdapat ātmān, semua kegiatan yang dilakukan, ātmān menjadi saksinya. Jivatman adalah ātmān yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan kekuatan dan hidup. Dan apabila mati ātmān akan keluar daru tubuh (wadah) dan disebut Roh.

Ātmān merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi. Bila Tuhan diibaratkan lautan maka ātmān hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari maka ātmān itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal ātmān sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu ātmān tertinggi. ātmān berasal dari Tuhan maka pada akhirnya ātmān kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap air laut yang kembali kelaut saat hujan turun. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar